Rabu, 29 Februari 2012

Perjalanan hidup seorang lelaki...

Lelaki di sudut gerbong itu terlihat sudah sangat tua, namun semangat dan gaya berceritanya tidak kalah dengan yang lebih muda 20 tahunan dari dia. Matanya yang memandang lurus ke depan memperlihatkan keoptimisan dia dalam menjajalani kehidupan. Kerutan di dahi dan beberapa di sudut mata menandakan pengalamannya yang begitu luas. Badannya yang tegak tanpa tongkat penopang untuk seukuran dia adalah kejantanan dari seorang laki-laki. Disampingnya ditemani oleh sebotol air mineral dan segelas kopi dengan rangsum yang sepertinya telah disiapkan oleh isterinya sebagai bekal selama dia diperjalanan.

Lelaki itu telah menarik hati saya untuk menemaninya kala malam itu. Kebetualan tempat duduk di depannya kosong, dan langsung saya meminta ijin kepada beliau untuk duduk di depannya. Lelaki tua itu mempersilahkan saya untuk duduk di kursi depannya dengan ramah. Sekitar kurang lebih dua menit bertatap muka dan terdiam selama lima menitan, maka saya memberanikan diri untuk membuka suatu percakapan. Ternyata lelaki itu bernama Pak Mohadi yang usianya sekitar 60-65 tahun. Hal ini saya perkirakan dari fisik dan cerita-ceritanya tentang jaman penjajahan.

Masih inget postingan saya sebelum ini khan, tentang cerita di dalam kereta api. Nah sekarang saya mau cerita pengalaman saya ketika naik kereta api Progo tujuan ke Jakarta. Bertemu dengan pak Mohadi yang sudah saya ceritakan di awal tadi.

Langsung kembali ke Pak Mohadi ya. Beliau berasal dari Purwokerto, dan sudah sejak 12 tahun belakangan ini selalu mengadakan perjalanan ke Bekasi setiap dua minggu sekali. Misi pak Mohadi ini adalah mengantar barang dagangannya yang berupa kripik dan makanan ringan. Ada kripik dari ubi manis, kripik singkong, dan lanting yang dia buat sendiri bersama isteri dan tujuh orang pegawainya.

Kripik-kripik buatan pak Mohadi ini disetor ke Bekasi yang sudah menjadi langganan tetapnya. Usahanya ini sudah dia rintis semenjak pertengahan tahun 1997 dengan mengolah singkong dan beras hasil pertaniannya. Awalnya  beliau menyetor kripik-kripiknya ke warung-warung dekat rumahnya dan oleh isterinya kadang dititipkan ke pasar. Hingga keberuntungan mulai berpihak kepadanya setelah dua  setengah tahun kemudian. Salah seorang anaknya yang berdomisili di Bekasi membawa kripik buatan pak Mohadi, saat sedang mudik ke Purwokerto. Sesampai di Bekasi  dibagikan kripik-kripik tersebut pada teman-teman kantornya.  Banyak yang menyukai kripik buatan pak Mohadi, sehingga banyak dari teman-teman anaknya ini yang nitip ketika anaknya hendak mudik ke Purwoketo. Akhirnya dari mulut ke mulut mulai banyak yang tahu, sampai pemilik warung yang ada di kantin tempat dia kerja pun mulai penasaran. Akhirnya pemilik warung tersebut memesan dalam jumlah yang banyak. Karena pasokan banyak, maka pak Mohadi akhirnya berangkat ke Jakarta sendiri untuk mengantarkan dagangannya. Beliau sengaja membawa lebih banyak lagi  sambil mencari pelanggan yang baru .  Hingga kini beliau selalu hilir mudik ke Bekasi kurang lebih dua minggu sekali.  Saya sempat bertanya kepadanya waktu itu, kenapa tidak dikirim saja, atau meminta pegawainya untuk mengantar kripik-kripik tersebut ke Bekasi. Jawaban pak Mohadi sambil sedikit bercanda menyatakan bahwa dengan mengantarkan kripik itu sendiri beliau dapat sekalian jalan-jalan . Jadi ada alasan untuk naik kereta. Begitu kurang lebih yang disampaikan beliau.   Isterinya dirumah membuka warung makanan ringan, dan mengkoordinir proses produksi kripiknya .

Satu hal yang saya senangi di dalam gerbong kereta  karena kita akan bertemu dengan banyak orang dari berbagai kalangan, dan berbagai tingkatan sosial. Setiap orang memiliki tujuan yang bermacam-macam pula.  Hal ini membuat saya belajar bahwa kita tidak sendirian, kita tidak berada  di posisi terbawah maupun keatas. Ada keramahan yang mencerminkan budaya bangsa Indonesia, yang membudidaya dan susah untuk dihilangkan. Perjalanan yang jauh akan memberikan kita banyak pengalaman dan pengetahuan baru dari orang-orang yang baru saja kita kenal. Tidak perlu berfikiran negatif, takut-takut kalo dikasih makan orang baru ternyata sudah dikasih obat, takut kalo ada barang kita yang akan hilang kalo kita berkomunikasi dengan orang baru. Asalkan kita tetap waspada dan terbukalah kepada semua orang dengan bergaul secara positif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar