Jumat, 17 Februari 2012

Perempuan pun layak menjadi pencinta alam.........

"cewek kok mapala?!"
Emang mapala itu apa sih??setauku kepanjangannya adalah MAhasiswa PencintA aLAm..
Registrasi awal masuk kuliah perasaan ada formulir yang diminta mengisi jenis kelamin, disuruh milih laki-laki atau perempuan. Jelaskan nggak masalah kalo "mapala" pun ada yang perempuan juga ada yang lelaki. Toh mapala bukan secara harafiah kita memandang kepanjangan dari kata tersebut. Ini hanyalah masalah pencitraan aja.

Pencinta Alam atau Penikmat Alam??
Pencinta alam jelaslah beda dengan penikmat alam, walau kenyataannya mungkin adalah dari hobinya yang sama-sama menggeluti kegiatan alam bebas. Yang sangat membedakan adalah sikap dari kesehariannya. hem...tentu ini bisa kita lihat langsung dari hal-hal kecil. Sama-sama suka mendaki gunung, memanjat tebing, menelusuri gua, mengarungi sungai berjeram, atau pun menyelami lautan. Pencinta alam adalah orang yang hidup berdampingan dengan alam dan saling menjaga satu sama lainya. Sedangkan penikmat alam tidak ditemukan adanya timbal balik dari kasih sayang tersebut.

Misalnya saja anda jalan-jalan ke gunung (dibaca mendaki gunung) menemukan coretan di batu (mau mebuat kenangan kalo pernah ke tempat tersebut kali ya, atau pengen eksis), trus saat anda berada di salah satu selter atau katakanlah pos pendakian. Anda menemukan beberapa bungkus mie instan, kaleng sarden yang sudah kosong, botol aqua kosong, dan...apapun itu yang jelas ditinggalkan manusia disana. Jelaslah anda dapat menyimpulkan masing-masing apakah dia (oknum yang mencoret batu atau meninggalkan sampah) adalah pencinta alam atau kah penikmat alam. Seseorang yang menyebut dirinya sebagai pencinta alam tentulah tidak akan melakukan seperti hal yang telah disebutkan sebelumnya. Dia akan mengenali dan memahami tiga macam kata. Yaitu tidak membunuh apa pun kecuali waktu, tidak mengambil apa pun kecuali foto, dan tidak meninggalkan apa pun kecuali jejak kaki. 

Pencinta alam mudah beradaptasi dengan alam tanpa merusak keseimbangan ekosistem yang sudah ada. Ketika disebut mapala tentunya ada sikap intelektual dalam diri pencinta alam. Sebagai mahasiswa yang mencintai alam, tentu akan dia pelajari adanya kekayaan alam. Dia mencintai kebebasan, bukan berarti dia bebas atau seenaknya berkegiatan di alam liar. Seorang mapala tentunya tau standart operasional prosedure ketika hendak berkegiatan. Kenyamanan bukan jaminan menuju keselamatan. Seorang mapala harus tau bagaimana berkegiatan secara aman. Kalo aman pasti nyaman, tapi nyaman belum tentu aman.

Okey...paling nggak udah ngerti dan paham terlebih dahulu apa dan siapa itu pencinta alam. Kita kembali ke topik awal dimana ada perbedaan gender yang saya simpulkan dari ngobrol bersama temen-temen kampus yang tidak ikut ke organisasi pencinta alam. Banyak orang yang menyayangkan kenapa saya masuk ke organisasi pencinta alam. Kenapa saya senang menggeluti kegiatan ektrem.. Bahkan ibu saya pun bertanya keheranan kepada saya. Apa yang kau dapatkan ketika naik gunung? mengapa engkau suka masuk ke goa yang jelas-jelas bau dan gak jelas (kata ibu saya). Pertanyaan demi pertanyaan itu mampu membuat saya malah tambah mencintai dunia petualang. Bukankah jelas bahwa dampak dari berkegiatan alam bebas itu terlebih bagi cewek adalah suatu yang tidak diinginkan. Kulit hitam terbakar, pergaulan yang gak jelas, kumel, dan lain-lain adalah asumsi teman-teman saya akan dampak dari kegiatan ini.

Mapala kok cewek???
Perlu diketahui bahwa dengan menggeluti dunia petualang ini justru memberi pengalaman yang sangat berharga bagi saya pribadi. Sebelum saya cerita mengenai pengalaman saya di dunia kepencinta alaman ini, saya hendak menuliskan hasil obrolan dengan beberapa teman saya baik mapala maupun bukan. Ada sisi positif dan negatifnya sebagai seorang mapala perempuan. Kira - kira seperti di bawah ini anggapan temen-temen saya :

  • mapala laki-laki itu keren, banyak disukai cewek, bisa diandelin. tapi kalo mapala cewek justru kebalikannya, jadi tomboy, keras kepala, sulit dapet pacar, kulit nggak sehat, fisik biasa aja
  • mapala pasti akan lama lulusnya sehingga kerap ada istilah mahasiswa abadi
  • mapala cewek nggak ada masa depannya alias nggak jelas
  • mapala itu jorok, kumel, nggak terawat dan nggak bisa diatur, nggak baik buat cewek jadi mapala
  • kelebihannya cuma satu bagi temen-temen saya, yaitu mapala cewek itu nggak begitu ngrepotin, mudah beradaptasi, nggak pilih-pilih makanan, bisa tidur dan boker dalam kondisi apa pun
Beberapa anggapan tadi telah membuat saya sadar bahwa saya tidak menyesal masuk di dunia kepecinta alaman. Sebagai mahasiswa tentulah tidak hanya petualangan saja yang saya lakukan, namun juga di setiap kegiatan selalu di sisipin dengan adanya penelitian atau pengabdian, bahkan dua-duanya. Seorang cewek selalu dilihat oleh para lelaki dari tampilan fisiknya terlebih dahulu. Namun begitu saya ingin mengambil contoh pohon yang berduri di hutan tidak malu bahkan secara terang-terangan menampakkan durinya. Walaupun begitu masih saja ada burung yang mau bertengger kepadanya. Seorang wanita menurut saya harus memiliki kemampuan dan kemauan yang sama halnya dengan laki-laki. Toh sama-sama manusia, kasihan ibu kartini kalo sampai kini gender masih dipermasalahkan. Justru banyak hal positif yang saya saya rasakan kini. Saya memiliki mental yang menurut saya lebih baik dari sebelum saya ikut organisasi pencinta alam. Jiwa kepemimpinan, cara berpikir yang logis dan sistematis, lebih percaya diri, mudah beradaptasi dengan tempat-tempat baru, belajar mandiri membenahi suatu masalah, dan saya pun jadi bisa membagi waktu saya sesuai dengan yang saya prioritaskan.

Mapala cewek...
seorang cewek yang masuk ke dalam mapala, tentunya memiliki nilai lebih. Banyak moment yang dapat kita gunakan untuk berkegiatan. Misalnya saja peringatan hari kartini. Saya dan teman-teman saya di organisasi pencinta alam yang saya ikuti pernah melakukan ekspedisi putri. Bikin summer camp concervation, pendidikan lingkungan, pemanjatan putri, dan lain-lainnya. Kuncinya adalah sama, semua butuh persiapan yang matang. Dengan latihan yang benar dan koordinasi yang jelas dengan pembentukan kepanitiaan yang mandiri (maksudnya murni cewek semua), maka kegiatan pun dapat berlangsung sesuai rencana. Aman dan nyaman. Di waktu senggang saya dan teman-teman saya juga memperhatikan kesehatan jasmani dan rohani. Bagi saya pribadi kulit hitam tidak masalah asal sehat, dan tidak seperti anggapan bahwa mapala cewek itu dekil. Sekarang kalo mau pilih cewek nggak hanya dari luarnya saja, namun otak dan pengalamannya pun haris kalian (para lelaki lihat). Bukan berarti kami susah diatur, tapi kamu tau kapan dan dimana kami harus memakai dan bersikap seperti apa. so..mapala cewek???kenapa engga!!!

1 komentar: