Ketakjuban
yang kian terkira akan semua kenikmatan yang telah Tuhan persembahan kepada
kita bahwa Lombok sebuah pulau yang berada di kawasan Nusa Tenggara Barat , Indonesia
yang memiliki beragam pesona yang membuat semua orang terpana. Dari pantainya,
masyarakatnya, adatnya, hingga pegunungannya. Memukau di setiap wilayah.
Sembalun
merupakan salah satu desa di Lombok Timur yang memiliki keunikan tersendiri.
Seperti sebuah koin mata uang yang memiliki 2 kharakter yang menonjol. Kalau siang
angin kering yang selalu mengalun seraya menggelitik kulit menyebabkan berwarna
memerah hingga menjadi hitam. Suhu dinginnya yang berada pada ketinggian 1000 mdpal
ini tidak terasa ketika siang tiba. Namun pada sore hari menjelang malam hingga
menjelang pagi, hawa dingin ini merasuki setiap pori
– pori kulit
membuat bulu kuduk berdiri dan enggan untuk keluar rumah. Dari segi masyarakatnya pun sama, siang dilakukan adanya
semua aktivitas warga mulai sekolah, kerja, atau pun bermain. Sedangkan ketika
matahari telah tenggelam jalanan mulai sepi dan semakin malam yang terdengar
hanyalah hembusan angin dingin tanpa ada manusia di luar bak kota mati.
Keunikan Sembalun terjadi pada orang – orangnya yang kuat
membuat mereka tetap awet muda karena seringnya berolah raga dengan membawa
barang yang berat dengan jalan kaki. Seperti layaknya desa, jarak sekitar 3 km
pun masih mereka kenal. Dengan sarana sekolah yang memadai apabila dibandingkan
dengan fasilitas sekolah di Senaru, maka tak heran bila anak – anaknya cerdas.
Sebagai salah satu jalur resmi pendakian gunung Rinjani, tak heran apabila
banyak turis mancanegara yang singgah untuk sekedar naik gunung atau menetap
sementara untuk mempelajari kebudayaan yang unik ini. Lembaga
– lembaga social masyarakat bermunculan
dan masih eksis hingga sekarang. Salah satunya adalah CCDC (Community Cildren Development Center atau
lembaga pengembangan anak - anak). Program utamanya adalah membentuk masyarakat
yang mampu meningkatkan pengembangan pariwisata, mendukung perkembangan anak di
desa tersebut, salah satunya adalah dengan mengajari anak – anak hingga dewasa
untuk berbahasa Inggris dengan baik dan benar, mengingat Sembalun adalah desa
wisata dan agar regenerasi selanjutnya.
Program
dari CCDC ini gratis untuk semua warganya, dan guru yang mengajar adalah dari
warga mereka yang memiliki kemampuan berbahasa asing lebih. Mereka memanfaatkan
bule – bule (turis mancanegara) untuk singgah dan memberikan mereka penawaran,
yaitu dengan cara memberikan mereka penginapan di salah satu rumah warga dan
mereka diminta mengajari anak – anak belajar bahasa inggris. Dengan bantuan
dari berbagai pihak dalam hal ini lembaga social masyarakat lain yang berada di
Sembalun tersebut maka semakin cepat berkembang dan penerimaan masyarakat akan
hal ini adalah sangat antusias.
Dukungan
terbesar adalah pada anak Sembala (mapala Sembalun) yang mungkin bisa disebut
dengan ikatan pemuda – pemudi di daerah tersebut yang memiliki misi dan visi di
bidang lingkungan. Tidak hanya naik gunung, namun konservasi mengenai
lingkungan selalu mereka lakukan, misalnya adalah penanaman pohon pada salah
satu pegunungan gundul yang ada di Sembalun. Anggota dari Sembapala ini
bermacam – macam statusnya, seperti guru, mahasiswa, atau pun perangkat desa.
Keterbuakaan mereka dalam menerima kami menjadikan kami lebih akrab lagi dan
mulai mengenal Sembalun. Apalagi setelah berkunjung di desa Belik yang
merupakan desa adat tertua dan satu – satunya yang tersisa di Sembalun.
Desa
Belik merupakan desa adat tertua di Sembalun yang belum mengalami perubahan
yang drastis hingga saat ini. Kesederhanaan adalah kehidupan yang setiap hari
masyarakat lakukan dengan mata pencahariannya adalah petani. Hasil pertanian berupa pertanian organik, yaitu dalam
proses penanaman tidak sekalipun menggunakan pupuk atau pun zat kimia. Hasil
pertanian berupa beras merah dan sayur-sayuran seperti wortel, cabai, jagung,
dan lain-lain. Selain bertani, pendapatan adalah di bidang peternakan yaitu
ternak sapi. Sistem barter masih dilakukan di wilayah desa yang memiliki tujuh
buah rumah yang menghadap ke selatan sejajar semua dengan satu rumah induk,
satu lumbung padi, satu kandang sapi, dan beberapa rumah anak-anak yang sudah
menikah. Pada masing-masing rumah terdapat bangunan menyerupai gasebo
atau pendopo (kalau di Jogja) yang disebut dengan beruga. Beruga ini memiliki
fungsi sebagai tempat yang multifungsi, yaitu mirip dengan rumah adat di
Senaru. Beruga selain sebagai tempat penerima tamu, sebagai tempat bersendau
gurau dengan sanak saudara, dan juga sebagai tempat upcara. Rumah induk sendiri
memiliki keunikan yaitu menyerupai sebuah kotak yang di dalamnya dapat
digunakan sebagai dapur, tempat makan, bahkan menjadi tempat tidur. Penerangan
yang mereka gunakan adalah lampu dari minyak jarak yang mereka buat sendiri dan
tidak mengijinkan adanya listrik di desa ini. Hal ini karena kepercayaan mereka dan sebagai wujud
pelestarian akan peninggalan sesepuh (orang tua). Kembali dalam tata ruang
tadi, bahwa ruangan kotak tersebut nantinya akan dibagi dua. Sepertiga bagian
untuk kamar anak gadisnya yang beranjak dewasa dan tiga perempat untuk anggota
keluarga lainnya. Seorang anak perempuan diberikan kamar khusus sendiri yang
tandanya siap untuk menikah. Masih dalam hal yang sama, yaitu susunan rumah di
desa belik ini menggunakan kayu terbaik di daerah tersebut yang dapat tahan
lebih dari sepuluh tahun sebagai tiang penyangga rumah. Kayu penyangga ini
haruslah kayu utuh dari satu pohon dan tidak ada sambungan, dengan penguncinya
tidak menggunakan paku sama sekali. Untuk itu setiap keluarga yang hendak
membangun rumah haruslah menanam pohon terlebih dahulu sekitar minimal 5 tahun.
Keunikan lainnya adalah dinding atau tembok dari rumah adat ini, yaitu
menggunakan dinding dari anyaman bambu dengan lantai yang berkomposisi kotoran
sapi. Tanpa menggunakan perekat semen sama sekali. Atapnya dari rumbai daun
ilalang yang dapat bertahan hingga 6 tahun.
Cerita unik di desa Sembalun ini tidak hanya di bidang
tata ruang desa adatnya, tetapi juga kebiasaan mereka pada masa muda (lebih
tepatnya dahulu kala berasal dari cerita salah seorang warga). Kamar anak
perempuan memiliki lubang kecil di dindingnya yang berfungsi untuk menerima
atau menolak tamu. Pada waktu remaja, layaknya remaja pada umumnya yang sedang
digandrungi oleh virus merah jambu. Apabila hendak apel, seorang laki-laki pada
waktu mendatangi perempuan yang akan dinikahi harus memasukkan lidi ke dalam
lubang di kamar anak perempuan tadi. Apabila lidi di tarik dari dalam, maka
tandanya dia di terima dan boleh masuk rumah. Namun apabila dikembalikan maka
tandanya pria tersebut telah ditolaknya. Cara berpacara pun beda dan tidak
boleh pegangan tangan sehingga untuk mengungkapkan rasa sayangnya pada
perempuan yang dia sayangi dengan cara menulis surat. Untuk mengobrol menggunakan
obrolan yang cukup unik yaitu saling balas pantun. Apabila pantun berhenti di
pihak perempuan maka dia harus menerima laki-laki tersebut sebagai pacarnya.
Namun apabila yang kalah adalah pihak laki-laki maka dia tidak bisa menjadi
pacar si perempuan tadi. Akan tetapi, kebudayaan tersebut hanya dapat
diceritakan oleh nenek-nenek mereka karena perkembangan jaman pada masa
sekarang ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar