Minggu, 19 Agustus 2012

Obyek wisata Kinahrejo

Gerbang desa wisata Kinahrejo

Kinahrejo mulai semakin dikenal orang pasca erupsi merapi 2010 lalu...Kinahrejo merupakan desa tempat tinggal alm.mbah Maridjan, seorang juru kunci yang terkenal. Terkena awan panas membuat desa itu luluh lantah.

Setiap ada kejadian pasti akan selalu ada dampak negatif dan dampak positifnya. Salah satu dampak positifnya adalah muncullah obyek wisata baru. Tepatnya dua minggu yang lalu, setelah hampir dua tahun erupsi merapi tapi saya belum satu kali pun melihat langsung bekas erupsi ini.

Sebelumnya, saya sering pergi ke daerah Kinahrejo atau lereng selatan Merapi ini bersama teman-teman saya di Mapagama. Sekedar camping bareng atau sedang melaksanakan rangkaian pendidikan di Mapagama. Bahkan ketika erupsi Merapi ini saya yang ikut dalam Gelanggang Emergency Respon (GER) waktu itu juga iktu membantu sebagai relawan disana. Tepat siang hari sebelum erupsi besar terjadi saya dan beberapa teman saya membantu di desa Kepuharjo (di bawah Kinahrejo). Kami membantu dalam penataan dan distribusi logistik. Sempat waktu itu kami bergurau "wah udah kayak super market aja ini". Waktu itu gudang logistiknya di balai desa. Dan Balai desa itu penuh dengan logistik. Bahkan tiap kamar ada beberapa jenis dan ditumpuk hingga saya pun tak sampai. Jam 7 malam kami di tarik turun untuk diganti dengan relawan berikutnya. Sekitar 3 jam kemudian erupsi besar-besaran terjadi. Supermarket itu pun hancur ludes terkena erupsi Merapi. Kalau Kepuharjo aja kena, apalagi yang atasnya di Kinahrejo. Sejak saat itu saya berpindah di barak pengungsian di Purnabudaya. Selama kurang lebih 1 bulan kami mengurusi pengungsi. Menyediakan logistik yang mereka butuhkan bahkan menjadi teman yang menghibur mereka. Dari situlah kami mendapatkan sebuah keluarga baru.

Setelah kondisi kembali normal, dan pengungsi sudah di pulangkan. Hari-hari saya disibukkan dengan kegiatan dan pekerjaan. Hingga dua minggu yang lalu kebetulan ada temen dari Banjarmasin minta ditemani kesana. Dan saya pun untuk pertama kalinya kesana.

Terkejut itu pasti. Tapi setiap jalan yang saya lalui, selalu mengorek ingatan saya akan tempat ini. Saya menceritakan ke teman saya bahwa dulu tu ini seperti ini, trus itu gak begitu, dan sebagainya. Saya senang tempat ini menjadi tempat wisata setidaknya memberikan masukan kepada masyarakat setempat. Namun saya sempet menggerutu kenapa pintu gerbang di tutup buat kendaraan, padahal jalannya masih bisa dugunakan dan masih bagus. Ternyata itu adalah cara marketing suatu desa wisata ini. Agar pengunjung naik ojek, atau menyewa jeep atau motor trail yang sudah ada di depan pintu gerbang. Yang tidak tau akan dimintai tiket masuk berkali-kali. Pertama adalah masuk di kawasan taman nasional yang ternyata di jaga warga setempat, kemudian tiket masuk desa kinahrejo. Masih parkir dan sebagainya. Masih harus nyewa kendaraan minimah 25 rbu. Hal ini adalah wujud pemberontakan seorang mahasisiwi:D...Yang masih saya pertanyakan adalah motor dan mobil sewaan itu milik siapa?Benarkah itu bantuan sebuah lembaga untuk warga? kalau pun iya saya tidak menyesal ketika harus kesana. Tetapi kalau ternyata ada sistem bagi hasil, rasa-rasanya saya masih enggan untuk membayarnya. Kecuali ada menu rekreasi tambahan disini. Tidak hanya pemandangan bekas erupsi dan pelataran rumah alm mbah Maridjan...

  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar